Mengenal Skema Tanazul untuk Atasi Kepadatan di Tenda-tenda Jemaah Haji di Mina

Admin

30/05/2025

4
Min Read

On This Post

MasterV, Jeddah – Mulai tahun ini, pemerintah Indonesia mengkoordinasi pelaksanaan tanazul. Skema ini memungkinkan jemaah haji dalam kondisi tertentu tidak perlu mabit di tenda Mina selama prosesi melontar jumrah di hari-hari tasyrik, melainkan menginap di hotel yang tak jauh dari Jamarat.

Skema itu akan diberlakukan pada 95 kloter dengan jumlah jemaah haji sekitar 37 ribu orang. Dengan skema tersebut, diharapkan ruang di tenda-tenda jemaah di Mina bisa lebih lapang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Insya Allah diharapkan dengan berkurangnya sekitar 30 ribu lebih jemaah yang melewati tadi, tidak lagi ikut membebani beratnya kemah-kemah itu," kata Menteri Agama Nasaruddin Umar ditemui setelah menggelar rapat koordinasi dengan Amirul Hajj dan PPIH Arab Saudi di Kantor Urusan Haji (KUH) Jeddah, Jumat (30/5/2025).

Skema tanazul memberikan kemudahan terutama pada penyandang disabilitas, lansia, atau mereka yang sakit untuk menghuni hotel di area dekat Jamarat, seperti Syisyah dan Raudhah. Meski begitu, mereka yang sehat juga diperbolehkan mengikuti skema tersebut dengan catatan hotelnya berada di area itu, khususnya sektor I dan sektor V.

Menurut Menag, jarak hotel mereka lebih dekat ke Jamarat dibandingkan bila tinggal di kemah. "Dengan tidur di hotel, tentunya lebih private, ada kamar mandinya sendiri," kata dia.

Meski begitu, pelayanan, khususnya konsumsi, tidak akan dibedakan antara mereka yang tanazul maupun yang mabit di tenda Mina. "Siapa tahu mereka tidak mau melakukan murur, masih ada tempat, haknya masih ada di situ. Tapi kalau mau menginap di hotel yang sudah disiapkan, disiapkan makanan di situ," sambung Nasaruddin.

Selain tanazul, pemerintah juga kembali menggelar murur. Itu adalah perjalanan khusus yang dilalui orang-orang disabilitas, sakit, dan lanjut usia yang memungkinkan mereka tidak perlu mabit di Muzdalifah setelah wukuf di Arafah, untuk melempar jumrah di Mina

"Mereka nantinya akan melalui jalur khusus dan wajib melewati Muzdalifah," kata Menag dengan tujuan untuk memudahkan pelaksanaan haji. Sementara, jemaah-jemaah yang sakit akan kembali disafariwukufkan seperti tahun lalu.

Musytasyar Dini PPIH Arab Saudi, KH M. Ulinnuha, menegaskan bahwa kedua skema tersebut, yakni murur dan tanazul, dibolehkan dalam fikih haji, dan pelaksanaan ibadah tetap sah. KH Ulinnuha menjelaskan bahwa secara fikih, mabit di Muzdalifah merupakan bagian dari wajib haji.

Namun dalam kondisi tertentu, seperti uzur fisik, lansia, atau alasan syar’i lainnya, jemaah dibolehkan tidak bermalam di Muzdalifah.

"Dalam riwayat sahih, sejumlah sahabat yang bertugas memberi makan, menggembala, atau kaum perempuan yang khawatir mengalami haid lebih awal, diberi izin oleh Nabi Muhammad SAW untuk tidak mabit di Muzdalifah," jelas KH Ulinnuha di Makkah, Jumat (30/5/2025).

Menurut Mazhab Hanafi, mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah. Karena itu, murur dibolehkan, hajinya sah, dan tidak terkena dam.

"Salah satu fatwa dari ulama Mesir menyebutkan bahwa murur dibolehkan karena mustahil bagi jutaan jemaah menempati Muzdalifah dalam waktu bersamaan. Ini menjadi dasar PPIH menerapkannya secara selektif, khususnya bagi jemaah lansia, disabilitas, dan yang uzur," imbuhnya.

Setelah mabit di Muzdalifah, jemaah biasanya melanjutkan mabit di Mina. Namun, untuk menghindari kepadatan tenda dan demi kenyamanan, PPIH juga menerapkan skema tanazul, yakni pemulangan lebih awal ke hotel di Makkah setelah selesai lempar jumrah aqabah.

"Tanazul juga mengikuti pendapat Mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa mabit di Mina hukumnya sunnah. Maka, jemaah yang memilih langsung kembali ke hotel tidak terkena dam dan hajinya tetap sah," terang KH Ulinnuha..

Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menjadwalkan seluruh jemaah haji Indonesia akan bergerak serentak ke Arafah pada 8 Dzulhijjah 1446 H atau Rabu, 4 Juni 2025. Kepala Satuan Operasi (Kasatops) Armuzna Harun Arrasyid menerangkan pergerakan itu tidak akan berlangsung sekaligus, melainkan secara bergelombang. Jadwalnya terbagi menjadi tiga termin.

"Ini akan bergerak semua jemaah berbasis syarikah. Nanti akan bergerak dari Makkah menuju Arafah melalui tiga trip keberangkatan, mulai pukul 06.00 sampai 11.00, kemudian 11.00–16.00, dan kemudian trip ketiga pukul 16.00 sampai pukul 23.00 WAS," kata Harun dalam program Liputan6 Update, Rabu, 28 Mei 2025.

Karena pergerakan berdasarkan syarikah, jemaah haji yang sebelumnya pindah hotel tanpa berkoordinasi dengan petugas haji diminta kembali ke hotel asal. Surat edaran Nomor 101/PPIH-AS/5/2025 tentang Persiapan Pelaksanaan Puncak Ibadah Haji Armuzna yang bertanggal 26 Mei 2025 menetapkan batas waktunya adalah Sabtu, 31 Mei 2025, pukul 18.00 WAS.

Jemaah haji yang masih membandel akan menghadapi konsekuensi. "Berisiko tidak dilayani pergerakannya ke Armuzna karena tidak sesuai data syarikah dan markaz," bunyi pengumuman tersebut.